[Amerika Serikat] Legal Professional dan Startup “Seperti Biduk Dikayuh Hilir”
Bak cendawan di musim penghujan, startup di Indonesia bermunculan dengan bermacam layanan disertai platform yang makin aduhai tentunya. Namun tak sedikit pula yang menggulung layar dan kandas tergulung ombak kompetisi. Ibarat mati satu tumbuh seribu, patah tumbuh hilang berganti, startup yang sudah melemparkan handuknya dari ring pertandingan digantikan deretan startup yang akan menyongsong “startup world”. Apakah gagal atau berhasil? faktornya berdasarkan internal startup dan eksternal ekosistem, market, rule, kompetitor dan teknologi. Gagal atau berhasil adalah perjalanan, keniscayaannya adalah upaya melakukan.
Faktor bisnis tentunya sudah menjadi pokok penting perhatian dari startup, namun jangan diremehkan urusan hukum yang berkaitan dengan bisnis. Kali ini, yuridis mengulas mengenai diperlukannya pengacara atau konsultan hukum untuk menangani urusan hukum startup dan juga sebagaimana rilis dari techcrunch pada edisi (4/1/2014).
Yuridis pernah mengulas tentang startup yang melayani jasa hukum (baca :In House Legal Counsel Bagi Startup), sebagai startup yang juga melayani kebutuhan startup untuk jasa hukum, prospek bisnis dan respon dari klien reratanya bagus. Mengapa startup memerlukan layanan jasa hukum ? dalam ulasan techcrunch, beberapa startup yang menemui permasalahan hukum yaitu airbnb yang menemui kesulitan dengan aturan tentang penetapan wilayah hotel di suatu tempat dan pinterest yang bisnisnya berkaitan dengan urusan hak cipta gambar atau foto. Startup terkadang tidak memprioritaskan urusan legal compliance, karena memang konsentrasi tertuju kepada bisnis proses. Maka dari itu banyak startup yang mempertimbangkan situasi dan kondisi untuk merekrut pengacara dan mungkin menawarkan pengacara itu posisi in house attorney saat memang diperlukan.
Menurut keterangan beberapa counsel perusahaan teknologi dan Venture Capital (VC), diantaranya menyebutkan bahwa diperlukan pemahaman tentang sosok founder startup dan bagaimana pengorbanan mereka saat merintis bisnisnya. “Startup company merekrut yang “fit” dengan kultur perusahaan dan sosok pengambil risiko. Kualitas individu seperti itu tidak dapat disamakan dengan sosok pengacara. Maka saat CEO startup merekrut pengacara untuk menjadi in house attorney, yang diperlukan adalah seseorang yang dapat mengatakan “yes, if” dan bukannya mengatakan “no, because” kata seorang pengacara di New York, Amerika Serikat.
Mengapa startup merekrut pengacara ? “Pekerjaan pengacara berbeda dengan pekerjaan insinyur atau keteknikan. Pengacara tidak memproduksi produk setiap hari, namun menyediakan fungsi strategis, rencana jangka panjang yang konsentrasinya kepada smart growth dan risk management” demikian kata salah satu board dari startup.
Perihal yang sering ditanyakan oleh startup berkaitan dengan urusan hukumnya yaitu seperti, bagaimana melakukannya sesuai dengan aturan hukum? Jawabannya umumnya relatif berkaitan dengan beberapa kategori yaitu bagaimana memproteksi hak kekayaan intelektual, bagaimana prosedur perekrutan, bagaimana prosedur pemecatan dan kompensasi ke karyawan, bagaimana melakukan rapat direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta memastikan bahwa direksi dalam melakukan tugasnya bertanggung jawab terhadap pemegang saham, bagaimana cara beriklan yang sesuai dengan aturan hukum federal, bagaimana melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan lain, bagaimana memelihara kerahasiaan pengguna, bagaimana cara menjual secara online, bagaimana cara merespon atas permintaan pemerintah untuk data pengguna.
Saat pengacara sudah menjadi General Counsel (GC) bagi startup maka mereka mampu “get smart fast” untuk menangani urusan hukum perusahaan. Maknanya dalam hal ini adalah tidak hanya pintar (smart) dan cepat (fast) namun lebih dari itu dapat bertindak sebagai savvy procurer dalam layanan hukum.
Kapankah startup pertama kali merekrut pengacara? Hal yang menarik untuk disimak yaitu startup cenderung untuk merekrut pengacara yang berpengalaman dalam praktik korporasi. Beberapa startup mempunyai budget untuk urusan hukum ini senilai $300.000 yang dapat dikerjakan dengan pola in house counsel.
Kepada para pengacara yang menangani startup, sebaiknya berikan layanan yang terbaik dan seperti halnya startup company yang terus bertumbuh dengan ritme cepat. Beberapa berpendapat bahwa nasihat kepada klien harus diberikan secara cepat pada hari atau waktu itu juga, namun ada pula yang berpendapat lebih baik untuk melakukan riset terlebih dahulu untuk memberikan nasihat hukum yang bagus. Hal ini sifatnya mungkin relatif dan kondisional, masing masing pengacara mempunyai kapasitas dan kapabiltas tersendiri dalam penguasaan ilmu hukum. Mungkin ada yang ahli dan berpengalaman dalam litigasi korporasi dan teknis administrasi korporasi. Ada juga yang berpengalaman dalam perpajakan dan persaingan usaha serta hak kekayaan intelektual.
Kemudian dalam berhubungan dengan CEO, sebaiknya hindari gunakan kata “no”. Jika pengacara ingin dipercaya dalam tugasnya, sebaiknya jangan terlalu sering menggunakan kata “no” dalam hal pekerjaan hukum yang dilakukannya. Beberapa pengacara bahkan mengeliminasi kata “no” dalam kamus tugasnya.”Bukan pada tempatnya pengacara mengatakan “no” pada suatu hal yang berkaitan dengan risiko, lebih baik selesaikan” kata salah seorang pengacara yang menangani startup.
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah, jika pengacara mampu mengetahui dan memahami kebutuhan klien dengan baik, serta mempunyai reputasi yang baik pula, maka saran atau nasihat hukum itu apakah restrictive atau progressive akan mudah untuk “dijual”. Seperti biduk dikayuh hilir, pekerjaan yang berkaitan dengan urusan hukum serahkan kepada profesional bidang hukum, karena akan dengan senang hati untuk melakukan pekerjaannya.