Penerbitan Perppu Hingga Wacana Pembubaran Mahkamah Konstitusi
Pemberitaan mengenai Kasus suap yang diduga melibatkan Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konsitutsi, direspon bermacam kalangan , praktisi hukum, pengamat, akademisi hingga politisi memberikan pendapatnya. Menarik untuk dicermati, mengenai lontaran pemikiran dari para pengamat dan ahli hukum, simak saja pemikiran dari Yusril Ihza Mahendra, salah satu ahli hukum Tata Negara ini, yang dilansir dari okezone, memberikan penilaian mengenai langkah Presiden SBY untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi sudah tepat.
Penerbitan Perppu tersebut untuk memulihkan kepercayaan publik pascapenangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif, Akil Mochtar. Pendapat tersebut diucapkan saat hadir pada acara diskusi yang berlokasi di FK UI Salemba, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2013), lebih lanjut kata Yusril, bila Perppu ini ditunda-tunda maka pemulihan nama baik Mahkamah Konstitusi akan terhambat. “Kalau presiden keluarkan Perppu pada waktu itu mengatasi keadaan kemudian menunjuk atau membentuk satu institusi baru untuk awasi hakim-hakim Mahkamah Konstitusi, maka hari berikutnya akan pulih kepercayaan masyarakat pada Mahkamah Konstitusi. Tapi kalau Perppu ditunda sampai berminggu-minggu, kehilangan nilai sebagai Perppu,”.
Yusril juga menyoroti mengenai putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian undang-undang, hal mana sistim hukum di Indonesia tidak menganut yurisprudensi yang ketat, maka terkadang pendapat Mahkamah Konstitusi mengenai masalah yang sama dari waktu ke waktu itu berbeda, ada perkembangan sosial maupun politik dan ketatanegaraan yang bisa sebabkan Mahkamah Konstitusi bersikap lain dari yang diputuskan sebelumnya.
Seperti laiknya dua sisi mata uang, terdapat pendapat berbeda mengenai penerbitan Perppu karena upaya penerbitannya justru kontraproduktif, mengingat pengeluaran (Perppu) perlu memerhatikan faktor kegentingan. Sementara, Mahkamah Konstitusi masih dapat beroperasi seperti biasa. Delapan hakim konstitusi yang masih tersisa di MK, masih dapat mempertahankan eksistensi lembaga hukum negara tersebut dalam menentukan setiap putusan.
Sebagaimana lansiran dari antaranews, Sri Hastuti di Yogyakarta, berpendapat “(Putusan) Mahkamah Konstitusi kan memenuhi kuorumnya minimal oleh tujuh hakim konstitusi. Jadi dengan kondisi hakim sekarang ini untuk sementara masih tidak ada masalah”. Lebih lanjut Sri, yang merupakan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta menjelaskan bahwa untuk kondisi Mahkamah Konstitusi sekarang ini belum masuk dalam kondisi yang sangat darurat. Sebab hakim Mahkamah Konstitusi masih memenuhi kuorum untuk menentukan putusan perkara di lingkup Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan pasal mengenai susunan hakim konstitusi dan putusan sebagaimana tercantum dibawah ini :
Undang-undang No. 24 Tahun 2003
Bagian Kedua
Susunan
Pasal 4 ayat (1)
“Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 4 ayat (2)
“Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi”
Bagian Ketujuh
Putusan
Pasal 45 ayat (4)
“Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang”
Pasal 45 ayat (5)
“Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan”
Pasal 45 ayat (6)
“Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya”
Pasal 45 ayat (7)
“Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak”
Pasal 46 ayat (8)
“Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan”
Lain lagi pendapat mengenai perlu diwacanakan pembubaran Mahkamah Konsititusi dikatakan oleh Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan. “Mahkamah Konstitusi tidak layak ada, buruknya perilaku kalangan yudikatif menunjukkan bahwa terlalu berat beban bangsa untuk mengurus konstitusi diserahkan pada beberapa orang. Yang perlu dipikirkan bagaimana membubarkan Mahkamah Konstitusi” , demikian kata Syahganda sebagaimana dilansir juga dari okezone, lebih lanjut dia berpendapat apabila Mahkamah Konsititusi dibubarkan, maka wewenang judicial review undang-undang bisa diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Hal yang demikian karena persoalan yang ditangani oleh Mahkamah Konsititusi selama ini banyak terdapat cacat, maka jika dirasakan perlu fungsi pengujian undang-undang dapat diserahkan pada Majelis Permusyawaratan Nasional.