Reborn Untuk Reborn(isasi)
Bahasa Indonesia mempunyai banyak pengistilahan untuk penyebutan tentang suatu obyek atau subyek. misalnya untuk kumulasi periode waktu, seperti bulan atau tahun. Kita mengenal sebutan tri wulan dan catur wulan untuk pengistilahan bulan. Windu, dekade dan dasawarsa untuk pengistilahan tahun. Bisa jadi ini diserap dari budaya jawa yang memang lekat dengan perhitungan penanggalan.
Namun nampaknya ditemukan formula baru untuk penyebutan penanggalan, penemu sekaligus pelakunya adalah Rangga dan Cinta. Yuridisian jangan berlagak mengernyitkan dahi hingga berkerut, atau bahkan berpikir keras layaknya sedang mengerjakan soal matematika, fisika, atau kimia tentang siapa Rangga dan Cinta. Jika tidak tahu siapa mereka, patut diduga usianya lebih dari 40 tahun sehingga lebih mengenal sosok Galih dan Ratna.
Di tahun 2014, Rangga dan Cinta hadir kembali dalam mini drama, maka jika ada yang belum menyaksikan mini drama yang disponsori oleh suatu penyedia aplikasi layanan berkirim pesan, segeralah saksikan. Meskipun durasinya cukup singkat setidaknya terdapat luapan emosi yang membuncah dan pesan moral tentang persahabatan dalam mini drama itu. Menurut saya, sewaktu Cinta mengatakan “karena pagi selalu menawarkan cerita baru”, kalimat bernada positif itu seakan memberikan harapan dan selalu memberi semangat setiap manusia untuk berkarya dan berkehidupan dengan lebih baik.
Rangga yang telah pergi selama dua belas tahun dan baru muncul lagi dihadapan Cinta di tahun 2014. Mereka berdua telah membawa publik kepada pemikiran tentang penanggalan satu purnama, bahwa satu purnama itu adalah ekuivalen dengan dua belas tahun, suatu periode masa penanggalan yang layak diapresiasi perumusannya. Tentu saja ekuivalen ini sekedar kelakar dan harap tidak secara taklid buta lantas diikuti kesahihannya.
Jika saja terjadi jalinan kasih antara Cinta dan Rangga, akhirnya pun Long Distance Relationship juga. Namun apa sih susahnya LDR di zaman sekarang? Teknologi memudahkan komunikasi, “engkau di sana, sedangkan aku di sini”, begitu katanya. Hanya saja muatan emosinya memang berbeda dengan merasakan kehadiran secara fisik. Maka dari itu pertanyaanya akan menjadi, “bercinta kasih kok LDR?” mungkin ada yang menjawab terpaksa karena sedang sekolah, bekerja atau menghadapi suatu kondisi sulit, atau malah punya jawaban lainnya. Yang merasakan kondisi seperti itu silakan follow fanpage yuridiscom di facebook atau mention di twitter yuridis di @yuridisian. Kalau menuruti rasa, memang lebih nyaman tanpa LDR, karena untuk hal itu selain menguras energi, waktu, biaya dan juga emosi tentunya. Maka lebih baik memang LDR no way!
Maka berbeda halnya dengan suasana di ruang sidang yang memeriksa perkara pidana secara in absentia, yang biasanya menarik perhatian publik karena menyangkut tindak pidana korupsi. Namun apa sih persamaannya in absentia dan LDR, bisa jadi karena sama sama tidak hadir secara fisik. Sedangkan perbedaanya adalah in absentia terjadi karena terdakwa memang sengaja mangkir, melarikan diri untuk menghindari sidang di pengadilan dan sifatnya bisa jadi permanen bisa juga sementara dengan catatan tidak ditangkap oleh aparat yang berwenang. Maka LDR dilakukan karena kondisi terpaksa dan sifatnya sementara, pun kalau ada yang memilih LDR bersifat permanen nampaknya perlu diselidiki motifnya.
Sengaja berniat melarikan diri dari sidang terkategori mempunyai niat jahat (opzetiljk), niat ini sudah melandasi perbuatan yang kemudian berlanjut dengan melarikan diri. Lebih lanjutnya yaitu dirumuskan “de (bewuste) richting van den will op een bepaald wisdrijf (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu), (Hamzah,1991: 84).
Unsur keterpaksaan dalam LDR nampaknya tidak perlu dibahas lebih detail, dan jangan disamakan terpaksa ini dengan kualifikasi noodweer (pembelaan terpaksa) atau overmact (daya paksa). Cukuplah LDR dilakukan dengan kesungguhan dan niat yang baik.
Seperti yuridis.com #you.read.this, yang sempat beberapa waktu tidak hadir, karena alasan tertentu, kini hadir dan menyapa yuridisian. Reborn, mungkin istilah yang secara tekstual masuk akal untuk menyebutkan eksistensi yuridis.com. Sengaja dipilih penghujung tahun 2014 untuk reborn, agar dapat memberikan ruang kontemplasi terhadap hiruk pikuk dunia persilatan hukum. Sebut saja beberapa contoh yaitu, pengesahan UU Pilkada, kemudian berlanjut dengan penerbitan Perppu tentang Pilkada.
Selain itu penghujung tahun lekat dengan masa evaluasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur pencapaian atau kegagalan atas pekerjaan tertentu. Media massa juga biasanya menampilkan kaleidoskop yang berisi kejadian penting dan bersejarah. Ini penting untuk penanda sejarah, bahwa masa lalu tidak terputus dengan masa sekarang dan masa mendatang.
Perubahan desain dan menu pun dilakukan untuk memudahkan mengeksplorasi konten, terdapat banyak perubahan yang dirasa cukup memberikan kenyamanan kepada yuridisian. Namun yang pasti sebagai digital startup, yuridis.com masih akan terus berproses untuk menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas.
Terdapat menu dialog dan hijaukan pada main menu. Nantinya menu dialog akan menyajikan perbincangan dengan praktisi dan akademisi bidang hukum ataupun bidang lain yang dirasa masih relevan dengan bidang hukum. Sedangkan kategori hijaukan memuat tulisan yang ringan dan segar untuk dibaca. Hijaukan dimaksudkan sebagai pembuka wacana dan refleksi terhadap kehidupan sekitar. Pemakaian kata dengan menggunakan simbol warna sengaja dipilih karena yuridis.com berusaha memberikan warna baru di media. Selain itu warna hijau juga dipakai sebagai simbol dunia hukum yaitu “meja hijau”, dan bukankah hijau lebih baik daripada kering dan gersang?
Maka dari itu mari kita hijaukan ekosistem hukum dan peradilan di Indonesia dengan gerakan green law, gerakan menghijaukan kembali hukum Indonesia sehingga dapat mengayomi para pencari keadilan dengan keteduhan dan rimbunnya kepastian serta keadilan hukum di Indonesia.
Reborn ini bisa juga disebut dengan reborn(isasi), terlahir kembali dengan semangat hijau untuk menghijaukan kembali. Maksud hati ingin mendekati makna reboisasi, maka jadilah reborn(isasi). Bukan pula ingin mengekor kesuksesan istilah “kuningisasi” yang pernah populer di era orde baru. Reborn(isasi) merumuskan tentang suatu makna perihal bentuk menghijaukan kembali yang didahului oleh tahap kelahiran.
Seperti itulah kira-kira pemaknaan sederhananya, pun yuridisian tidak akan menemukan kata itu di Kamus Besar Bahasa Indonesia ataupun kamus ilmiah untuk saat ini. Bahasa adalah suatu kesepakatan, jadi intinya apakah kata ini disepakati dan dipahami oleh pembaca tentang perumusan suatu makna, jika pun tidak maka lambat laun istilah ini akan terabaikan. Seperti itulah kehidupan ini, patah tumbuh hilang berganti dan mati satu tumbuh seribu.
Yuridis.com memang masih hijau, namun akarnya menancap kuat di dalam tanah ditunjang dengan batang yang keras dan kokoh.