[Afrika Selatan] RUU Pemilikan Tanah di Afsel Membatasi Porsi Asing
Tanah sebagai unsur alam pun berbahasa meminta supaya diolah dengan sempurna, hal inilah yang membuat Afrika Selatan berupaya menyusun aturan hukum terbaru tentang pemilikan tanah untuk menyentuh ruang hati rakyatnya. Ini terlihat dari tengah disusunnya RUU terkait pemilikan tanah, yang rencananya akan dibahas di parlemen pada Agustus 2015.
Otoritas yang berwenang di Afsel yaitu departemen pengembangan pedesaan dan reformasi tanah mengatakan makud dari RUU yang tengah disusun ini adalah untuk melarang kepemilikan tanah oleh pihak asing. Hal ini mengikuti RUU pada Februari lalu yang membuat terobosan dalam mengurangi kepemilikan tanah oleh pihak asing dalam menyewa untuk jangka waktu selama 30 tahun.
Pihak pemilik tanah lokal sebagaimana disebutkan dalam RUU dapat memiliki 12.000 hektar tanah untuk warga lokal. Menteri Gugile Nkwinti sebagai pejabat yang berwenang mengatakan bahwa RUU ini sedang berjalan cepat setelah pembahasan perdana di parlemen dan akan diproses pada tahun anggaran besok. Tahun anggaran yang berlaku di pemerintahan Afsel yaitu dari 1 April hingga 31 Maret.
RUU ini akan menerapkan pemilikan tanah pertanian yang biasanya dipergunakan sebagai tanah produktif dan bukannya tanah untuk keperluan property perumahan. Hal ini sebagai upaya pihak Afsel untuk mereformasi sistem pertanahan mereka dan juga keamanan pangan mereka.
Jika pemilikan tanah oleh warga lokal melebihi 12.000 hektar, menurut Nkwinti porsi kelebihannya akan dilakukan redistribusi tanah. “Setiap tanah yang melebihi ambang batas pemilikan akan diredistribusi, dan tentu saja akan diberikan ganti kerugian sesuai prinsip kepatutan” kata Nkwinti. Meskipun tidak menyebutkan tentang sektor industri yang sudah memiliki tanah melebihi ambang batas, yang kemungkinannya akan dilakukan pengkajian ulang, namun menurut Nkwinti sektor pertanian, kehutanan, energi terbarukan “dapat memiliki tanah lebih banyak”.
Pihak industri sudah mengajukan protes terkait RUU pemilikan tanah karena hal ini menyerang hak kepemilikan pribadi dan juga diramalkan dapat memicu dampak negatif pada perekonomian. Maka terkait kritik tersebut Nkwinti mengatakan bahwa terdapat pihak yang mempunyai tanah dan mereka ingin melindunginya dan juga terdapat pihak yang tidak mempunyai tanah dan mereka menginginkannya, maka tugas pemerintah adalah memediasi kepentingan para pihak tersebut.
Menurut Nkwinti, Afsel adalah satu satunya negara yang meluaskan kebijakan pemilikan tanah untuk individu dan entitas, dan gagasan dari RUU itu adalah untuk melayani warga negara Afsel terlebih dahulu. “Pada saat yang sama kami juga mengapresiasi bahwa faktanya memang kami memerlukan investasi asing untuk beragam alasan dan menyeimbangkannya adalah tugas kami dan kami akan melakukannya” kata Nkwinti sebagaimana dilansir oleh moneyweb.co.za.
Maka terkait keriuhan RUU tersebut oleh beragam kepentingan industri, maka pihak pemerintah akan melakukan pengkajian ulang dan mengkonsultasikannya dengan penasihan pemerintahan, dimana terdapat hal hal tertentu di RUU yang perlu untuk diperhatikan untuk kemudian diundangkan. Pihak pemerintah juga telah mendirikan komisi pertanahan yang akan menyelenggarakan urusan tanah pertanian yang dimiliki oleh lokal dan asing.
Komisi ini akan bertindak sebagai regulator saat RUU ini sudah diundangkan. Pada titik ini, menurut Nkwinti tidak ada dasar indikasi kepada pemilikan tanah oleh asing, sebagaimana dilaporkan oleh media, bahwa hingga 2007, kurang dari 5 % tanah pertanian dimiliki oleh pihak asing. Saat ini RUU masih dibahas di kabinet untuk disetujui, lalu diajukan ke forum konsultasi publik untuk diundangkan oleh parlemen dan kemudian dikirimkan ke Presiden untuk ditandatangani.