[Amerika Serikat] Amnesti Internasional : Hukuman Pidana Mati Harus Dihapuskan
Hukuman mati sudah dikenal sejak zaman dahulu kala dalam hukum yang berlaku di masyarakat. Namun perkembangan peradaban membawa pengaruh terhadap isu Hak Asasi Manusia (HAM), dimana hukuman mati kian mendapat sorotan di sejumlah negara dan kemudian berlanjut dengan penghapusan hukuman mati. Terhadap upaya penghapusan hukuman mati, perbedaan sistem hukum, sosial budaya, ekonomi dan politik suatu negara berpengaruh terhadapnya. Untuk negara tertentu yang masih menghadapi kejahatan dalam skala masif dan bahkan tergolong extraordinary crime, hukuman mati masih diterapkan.
Dalam wawancaranya dengan deutsche welle, Jan Erik Wetzel dari Amnesti Internasional mengatakan negara bagian Maryland di AS menjadi negara bagian ke 18 yang menghapuskan pidana mati, meskipun masih banyak negara di dunia ini yang menerapkan pidana mati, bahkan Cina melakukan eksekusi pidana mati ratusan terpidana setiap tahunnya.
Negara yang sudah menghapuskan pidana mati dalam sistem hukumnya berjumlah 97, sedangkan yang sudah menerapkan penghapusan hukuman mati dalam sistem hukum dan pelaksanaan hukuman pidananya sejumlah 140 negara, hal itu berarti sudah 70 persen dari jumlah negara di dunia. Sebaliknya hanya 21 negara yang melaksanakan hukuman pidana mati pada 2012 dan 2011 dan itu hanya sebagian kecil sekitar 10 persen dari negara di dunia dan kelompok minoritas ini semakin mengecil jumlahnya dari tahun ke tahun terutama dalam dekade terakhir.
Menurut Wetzel Amnesty Internasional berusaha untuk menentang pelaksanaan pidana mati dalam segala kondisi, terlepas apakah terdakwa kemudian terbukti bersalah atau tidak. Jika seseorang terbukti bersalah setelah melalui proses persidangan yang fair, terpidana selayaknya diberikan hukuman yang sepadan dengan kejahatan yang dilakukannya. Hukuman pidana mati tidak perlu diterapkan karena seharusnya masih ada harapan bagi terpidana mati untuk mengajukan fakta fakta lain.
Seperti yang terjadi di AS, sejak 1973 lebih dari 140 orang dibebaskan, hanya 18 orang yang dibebaskan karena alat bukti berdasarkan contoh DNA menunjukkan mereka tidak bersalah. Jadi DNA juga bukan merupakan solusi untuk semua hal ini. Bahkan seringkali permasalahan muncul dari pernyataan saksi yang salah, perlakuan aparat kepolisian yang tidak benar sehingga berkontribusi dalam pidana mati dan proses peradilan yang tidak fair. Maka jika bermacam permasalahan seperti itu supaya tidak terjadi, hukuman pidana mati harus dihapuskan.
Menurut data Amnesty Internasional telah dilakukan eksekusi hukuman pidana mati sebanyak 682 pada 2012, jumlah ini lebih banyak dari 2011, yang berjumlah 680, namun di Cina tidak dihitung. Maka dari itu Amnesti Internasional tidak mengetahui jumlah persisnya. Angka itu hanyalah jumlah minimal yang dapat dikonfirmasikan berdasarkan riset independen yang dilakukan dan tanpa menghitung jumlah hukuman pidana mati di Cina. Diasumsikan mungkin berjumlah ratusan terpidana mati di Cina.
Penerapan hukuman pidana mati di Cina dirahasiakan, kemungkinannya permasalahan terdapat pada sedikit kejahatan yang terkategori berat namun memenuhi syarat untuk dapat dipidana mati. Terdapat sekitar 55 jenis kejahatan, termasuk perdagangan obat terlarang dan korupsi. Juga terkadang terdapat kasus dimana terdakwa tidak mendapatkan proses sidang peradilan yang fair. Dapat dilihat di Cina hampir 100 persen terdakwa yang disidang dijatuhi vonis hukuman. Hampir 100 persen memang cukup bukti untuk dapat dipidana, hal ini menunjukkan dalam sidang pengadilan sebagian besar terbukti bersalah. Jika Cina lebih transparan dalam penjatuhan hukuman pidana mati, hal yang sama juga berlaku terhadap isu sidang peradilan yang fair.
Negara yang banyak melakukan hukuman pidana mati adalah Cina, kemudian Iran, Irak dan Arab Saudi. Namun selain Cina, Iran, Irak dan Arab Saudi dapat diketahui dan dikonfirmasi jumlahnya dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Selanjutnya negara barat yang masih melakukan eksekusi pidana mati dalam jumlah besar adalah AS.
Bahkan di AS, sebutlah contohnya negara bagian Maryland, hukuman pidana mati sangat dibatasi, dan makin banyak negara bagian yang menghapuskannya, hanya sedikit eksekusi pidana mati yang dilakukan setiap tahunnya.
Terkait kondisi di Sudan, Amnesti Internasional hanya mempunyai sedikit data tentang hukuman pidana mati yang dilakukan. Hal ini karena Amnesti Internasional tidak mempunyai akses ke Sudan sejak tahun 2006. Selain itu juga sejak Sudan Selatan menjadi negara yang merdeka, Amnesti Internasional tidak dapat melakukan kerja independen seperti halnya PBB. Maka secara realistis sangat sulit menyebutkan jumlah tertinggi di 2012 atau jumlah terendah yang diketahui pada periode sebelumnya.
Namun secara umum situasi di Afrika lebih baik, tahun kemarin Ghana dan Benin dan Sierra Leone tidak melaksanakan hukuman pidana mati. Bahkan melakukan upaya untuk menghapuskan hukuman pidana mati, mungkin saja dilakukan pada tahun ini atau tahun depan. Enam negara Afrika mendukung resolusi PBB tentang moratorium eksekusi, maka bertambah 6 negara daripada sebelumnya.
Namun juga, Amnesti Internasional mendapatkan informasi itu tidak hanya dari Sudan namun juga dari Gambia dan Nigeria, yang sudah melakukan hukuman pidana mati pada Agustus 2012 dan yang terbaru yaitu pada Juni 2013. Maka kemungkinannya tahun ini di Afrika akan terdapat lebih banyak eksekusi pidana mati daripada tahun sebelumnya.
Dalam kondisi ditolak atau tidak dapat memasuki suatu negara, Amnesti Internasional mempergunakan cara dengan mengumpulkan informasi dari berbagai LSM yang beroperasi, juga berhubungan dengan pengacara yang menangani perkara terkait. Setiap tahunnya Amnesti Internasional menulis surat ke setiap pemerintah yang masih menerapkan hukuman pidana mati dan menanyakan jumlah hukuman pidana mati yang sudah dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Pada kasus di Sudan, terkadang Amnesti Internasional memperoleh jawaban namun terkadang juga tidak memperoleh jawaban sebagaimana halnya yang terjadi di banyak negara. Namun Amnesti Internasional menggunakan banyak sumber untuk mengkonfirmasikan informasi.