[Asia Tengah] Membongkar Mitos “Kapitalisme Kroni”
Wilayah Asia tengah adalah wilayah yang menarik untuk dibahas karena terdapat romantisme tentang jalur sutra, salah satu rute perdagangan yang terkenal di dunia sekaligus juga menjadi pertukaran ide dan teknologi.
Bagian dunia yang bersejarah ini memberikan dampak geostrategis penting terhadap situasi terkini di Afganistan, sumber daya alam dan lokasinya diantara negara negara Eropa, Asia, Rusia, Tiongkok, India dan Iran.
Laman arabnews.com menampilkan ulasan tentang buku “Dictators Without Borders: Power and Money in Central Asia” menyoroti hubungan erat antara transaksi keuangan dan mesin politik di negara republik wilayah Asia Tengah yang merdeka pada era 1990an.
Wilayah ini juga menjadi pemberitaan utama di seluruh dunia saat terjadi skandal Panama Papers yang diungkapkan ke media, dimana pengungkapan tentang surga pajak menjadi ruang keingintahuan publik. Politisi, selebriti, kaum oligarki semua terungkap dan menjadi jelas bahwa para kelompok elit dan pelaku bisnis di wilayah Asia Tengah itu tidak terisolasi dan menjadi bagian dari sistem global kelas atas dari perusahaan cangkang dan keterhubungan bisnis dalam bentuk offshore.
Alexander Cooley dan John Heathershaw membawa kita untuk mengetahui peristiwa di balik layar diantara jaringan bankir, pengacara dan pelobi di Frankfurt, London, New York dan kapitalis keuangan lainnya. Mereka membongkar mitos bahwa Asia Tengah adalah wilayah yang terpinggirkan dan terisolasi dari pengaruh global. Faktanya, Asia Tengah lebih terkenal dalam kultur global daripada yang kita kenal sekarang ini.
Mitos yang lain adalah kurangnya liberalisasi ekonomi yang menyebabkan permasalahan ekonomi dan pemerintahan. Meskipun era Uni Soviet-Rusia yang pernah menggunakan rubel sebagai mata uangnya lalu kemudian tergantikan dengan mata uang baru di Kazakhstan, Kyrgistan dan Tajikistan, namun kebijakan privatisasi yang dilakukan oleh para ahli dari barat tidak diatur secara hukum. “Hanya saja hal ini menggunakan keterhubungan prinsip neo-patrimonial, dimana mengatur para elite mengungkapan aset kepada sekutunya sebagai imbal balik terhadap bentuk loyallitas” tulis Cooley dan Heathershaw.
Negara negara tersebut,yang telah meliberalisasi ekonominya daripada menggunakan aturan autoritarian, biasa disebut sebagai “rezim hybrid”. Mereka didefinisikan sebagai bentuk pemisahan batas antara politik dan ekonomi dan antara sektor publik dan swasta.
“Kapitalisme kroni” telah menghubungkan Asia Tengah kepada sistem global yang tersembunyi dan komplek dari surga pajak dan perusahaan cangkang, dimana membuka kesempatan para orang superkaya untuk menutupi pajak dan melindungi kekayaan tersembunyi.
Dalam “Tax havens : How Globalization Really Works” penulis Christian Chavagneux, Richard Murphy dan Ronen Palan menjelaskan bahwa dalam lingkaran keuangan “siapa yang mengetahui tidak mengungkapkannya dan siapa yang mengungkapkannya tidak mengetahui. Dalam urusan pajak, siapa yang mengungkapkannya, terkadang, adalah siapa yang tidak mengetahui mengungkapkan lebih banyak.
Dunia surga pajak adalah sesuatu yang sulit ditembus, membingungkan dan penuh rahasia. Ini adalah dunia yang mengalami keterpisahan antara cerita dan anekdot. Tentu saja, banjir informasi terkadang dapat menyembunyikan sesuatu data yang solid.
Pasca keruntuhan Uni Soviet yang kemudian mengalami ekspansi pertumbuhan secara cepat dalam globalisasi, namun Eropa Timur dan Asia Tengah mengambil jalan yang berbeda. Di negara Eropa Timur, bergabung dengan Uni Eropa memenuhi agenda politiknya. Negara asia tengah yang aslinya tertarik bergabung dengan Uni Eropa namun kemudian mereka menjadi lebih dekat ke Tiongkok dan Rusia dan bergabung dengan Uni Ekonomi Eurasia dan organisasi kerjasama Shanghai.
Rusia, dibawah pemerintahan Vladimir Putin, wilayah asia tengah menjadi prioritas strategis. Setelah perisitiwa penyerangan 9/11 di Amerika Serikat, Asia Tengah menjadi sekutu baru dalam perang melawan teror global. Uzbekistan, Kyrgyztan dan Tajikistan membuka pangkalan logistik militer berdasarkan kebebasan ketahanan operasi dan semua negara Asia Tengah menyediakan area transit untuk pengisian dan perbekalan.
Sebagai balasannya, Uni Eropa dan Amerika Serikat akan menutup mata terhadap praktik otoritarian di wilayah tersebut. Wilayah Asia Tengah sedang membuka banyak kesempatan dengan membentuk banyak institusi dan instrumen hukum dalam hubungan global untuk mengejar pertumbuhan ekonominya. Mereka menggunakan perusahaan cangkang yang memainkan peran penting untuk menutupi transaksi personal dan traksaksi korupsi.
Sejak banyak perusahaan cangkang di Asia Tengah telah terdaftar di luar negeri, yurisdiksi hukumnya berubah ke peradilan asing. Pada 2011, financial times melaporkan bahwa setengah dari perkara di English Commercial Court berhubungan dengan Rusia dan negara bagian Uni Soviet sebelumnya.
Kelompok elit asia tengah dan kaum oligarkinya juga memerlukan paspor dan kewarganegaraan dengan mengambil bagian sebagai investor residency programs. Negara seperti Portugal, Siprus dan Malta menyediakan paspor kepada investornya dengan memberikan mereka kebebasan dan hak bermukim di wilayah Schengen.
Inggris adalah tujuan populer lainnya, yang menawarkan Tier 1 Investor Residency Program, dimana diperuntukkan kepada orang orang kaya yang ingin melakukan investasi keuangan di negara tersebut.
Mantan menteri luar negeri Amerika Serikat, Hillary Clonton pada 2011 mengumumkan bentuk baru dari New Silk Road (NSR), suatu bentuk ekonomi dan keterhubungan singkat yang akan mengikatkan wilayah dan mengindari konflik dan perpecahan.
Strategi NSR berlanjut sebagai suatu fokus utama dari kebijakan Amerika Serikat di Asia Tengah dan Afganistan. Pada 2013, Perdana Menteri Tiongkok Xi, Jinping mendeklarasikan bahwa negaranya akan mempromosikan sabuk ekonomi jalan sutera. Beberapa bulan kemudian, dia mengatakan area sabuk perekonomian tersebut termasuk pembangunan jaringan transportasi, infrastruktur energi dan sabuk jalur sutera maritim abad 21. Kedua sabuk tersebut dikenal dengan nama One Belt, One Road (OBOR) yang bernilai USD 1 triliun dan lebih ambisius dari NSR.
Hari ini, kaum otokrat di wilayah Asia Tengah mempertahankan bentuk otoritarianismenya dan melindungi aktivitasnya sebagi individu global. Mereka mengambil untung dari kompleksnya institusi di barat, perusahaan, bank, regulator dan politisi dan dari pengabaian bagian dunia lain.