[Belgia] Perusahaan Teknologi Akan Diwajibkan Menyerahkan Data Kepada Penegak Hukum di Uni Eropa
Sesuai aturan hukum baru yang sedang diajukan, para perusahaan raksasa teknologi yang sudah mengumpulkan banyak data penggunanya, seperti Google, Facebook dan Microsfot akan dipakasa untuk menyerahkan data penggunanya kepada para penegak hukum di kawasan Uni Eropa jika terjadi suatu masalah hukum yang penting. Meskipun data itu tidak disimpan di kawasan Uni Eropa, perusahaan teknologi tetap harus menyerahkannya tanpa pengecualian.
Channelnewsasia.com pada (17/04/2018), mengutip pemberitaan reuter, menyebutkan kalau aturan hukum itu akan memperbolehkan para penegak hukum (jaksa dan polisi) untuk menyerahkan data seperti email, sms, dan gambar yang disimpan dalam server di negara yang bukan kawasan Uni Eropa. Proses penyerahan itu harus dilakukan dalam jangka waktu 10 hari atau dengan segera dalam 6 jam jika terjadi perkara yang penting. Hal ini karena sebelumnya proses untuk meminta data elektronik sebagai alat bukti dapat memakan waktu selama beberapa bulan. Padahal data elektronik ini adalah hal yang penting dalam proses peradilan pidana.
Frans Timmermans, selaku European Commission Vice President menyatakan kalau pihaknya tidak ingin membiarkan para penjahat dan pelaku terorisme memanfaatkan komunikasi modern secara elektronik untuk menyembunyikan kejahatannya dan menghindari hukum.
Pada saat ini batasan digital menjadi isu global dimana para perusahaan teknologi menggunakan jaringan komputasi awan sebagai pengumpul basis data yang luar biasa besar. Hal ini berarti data individu dapat disimpan di mana saja. Hal yang sama juga terjadi di Amerika Serikat. Aturan hukum di sana telah menyatakan kalau hakim di Amerika Serikat dapat mengeluarkan surat perintah untuk menyuruh perusaaan membuka data meskipun terjadi konflik hukum dengan negara lain. Polisi dan jaksa akan meminta kepada hakim untuk menyetujui permintaan mereka terkait perolehan data kepada perusahaan teknologi.
Namun dalam aturan hukum di kawasan Uni Eropa yang sedang disusun itu, pembukaan atau pemberian data hanya akan dilakukan terhadap perkara pidana yang ancaman hukumannya minimal tiga tahun. Sedangkan dalam hal kejahatan siber, tidak diperlukan batas minimal ancaman hukuman yang diberlakukan.
Para perusahaan teknologi raksasa itu yang umumnya bermarkas di Amerika Serikat juga menghadapi dilema. Di Amerika Serikat beberapa jenis perusahaan dilarang untuk membuka datanya kepada pihak pemerintah asing. Sedangkan di Eropa, kerahasiaan data pengguna secara ketat dilindungi dan perusahaan dilarang untuk memindahkan datanya di luar kawasan Uni Eropa.
Terkait perolehan data oleh pihak penegak hukum juga mendapat sorotan tajam dari Maryant Fernandez Perez, seorang Senior Policy Adviser di European Digital Rights. Menurutnya adalah hal yang berbahaya jika membiarkan suatu negara untuk memperoleh data langsung dari perusahaan, dimana mereka menempuhnya melalui jalur peradilan.
Sementara itu, pihak Uni Eropa berupaya untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Amerika Serikat untuk menyepakati dan membantu tentang penegakan hukum dalam rangka perolehan alat bukti yang melampaui kewenangan wilayah teritorial.