Perbankan di Asia Ingin Pihak Regulator Memberikan Lebih Banyak Solusi Terhadap Industri Fintech
Sebagai institusi keuangan yang bergelut dengan pemenuhan pembiayaan, organisasi keuangan di Asia ingin regulator untuk memperbolehkan teknologi terbaru yang dapat membantu mereka dalam memerangi pencucian uang. Sebagai contoh, the Asia Securities Industry and Financial Markets Association (ASIFMA) ingin lebih mendalami pengecekan dalam hal Know Your Client (KYC) untuk mengurangi biaya.
Mark Austen, kepala eksesutif dari ASIFMA. Solusi fintech, pengenalan wajah adalah hal yang baik dalam industri, tapi tidak diadopsi untuk dilakukan secara cepat oleh regulator di seluruh dunia. Bahkan pihak otoritas keuangan di Singapura dan Hongkong mengatakan pada 2017, bahwa mereka menginginkan penggunaan KYC yang lebih baik mesti diterapkan. Meskipun prosesnya tidak terjadi secara cepat, dengan pertanyaan siapa yang akan bertanggung jawab jika datanya tidak benar.
Kabar terbaru dari Commonwealth Bank of Australia (CBA) secara resmi sudah setuju untuk membayar denda sebesar AUD$ 7 juta (USD$5.33 juta) dengan harapan untuk mengakhiri skandal pencucian uang. Denda itu diperkirakan adalah denda terbesar yang pernah diterapkan dalam sejarah perusahaan di Australia.
Itu adalah kasus kedua yang menimpa CEO Matt Comyn, karena skandal manipulasi tarif masuk. Pihak CBA tidak mematuhi aturan pencucian uang, bukan hanya sekali dua kali tapi sebanyak 53,750 kali. Transaksi mencurigakan dilakukan berulang kali dan tidak dilaporkan dan terjadi kegagalan proses pengawasan.
Dari pymnts.com, dokumen pengadilan menjelaskan kalau pencucian uang yang dilakukan melalui rekening CBA termasuk transaksi narkotika dan impor senjata api dan sindikat pengedarnya yang didominasi oleh methamphetamine.
Denda tinggi tersebut untuk menhindarkan tindakan atau perbuatan tercela, sejak terdapat individu yang melanggar aturan hukum dapat didenda sebanyak AUD$ 21 juta setiap orangnya, yang membuat CBA didenda miliaran dolar.