Investasi Obligasi Ritel Indonesia Dijamin Undang Undang

banner obligasi ritel indonesia-portalinvestasi.com/arsip
Obligasi Ritel Indonesia (ORI) makin marak diperdagangkan di Indonesia, sejak kemunculan pertama kalinya pada tahun 2006, yaitu ORI 001, hingga yang terbaru diperdagangkan adalah ORI 010 tahun 2013. ORI makin diminati oleh investor karena memberikan kepastian return kepada investor, hal ini karena dijamin oleh peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Undang Undang No. 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, pada pasal 3 ayat (1) huruf b menyebutkan bahwa Surat Utang Negara terdiri atas Obligasi Negara, dimana jangka waktu atas obligasi tersebut lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto, demikian ketentuan ayat (3) mengaturnya.
Apakah yang dimaksud dengan diskonto, penjelasan pada pasal 3 menjelaskannya sebagai pembayaran atas bunga yang tercermin secara implisit di dalam selisih antara harga pada saat penerbitan dan nilai nominal yang diterima pada saat jatuh tempo.
Undang Undang Surat Utang Negara didukung dengan peraturan teknis dari Menteri Keuangan yaitu tentang penjualan obligasi negara ritel di pasar perdana, dimana sudah mengalami perubahan untuk yang ketiga kalinya dengan no. 86/PMK.08/2011
Setiap transaksi yang memberikan bentuk penghasilan, setidaknya dikenakan pajak, maka ORI juga terkena pajak sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No.16 tahun 2010. Pajak transaksi yaitu bunga dikenakan tarif PPH final 15 persen dan capital gain dikenakan PPH final 15 persen. Mengenai kepemilikan ORI bentuk dokumentasinya menggunakan pola yaitu ORI yang diterbitkan adalah tanpa warkat, kepemilikan ORI akan didokumentasikan dalam suatu sistem oleh Central Registry (Bank Indonesia) dan Sub Registry (custodian). Pada sistem tersebut memuat nama dan alamat pemilik ORI, jenis ORI yang dimiliki dan jumlah nominal ORI yang dimiliki.
Setiap investasi mengandung risiko, maka setiap investor sebaiknya mampu untuk menangani risiko dengan mencermati kecenderungan produk investasinya. Demikian halnya pada investasi ORI, dimana investasinya bebas terhadap risiko gagal bayar yaitu kegagalan pemerintah untuk membayar kupon dan pokok kepada investor. Namun pada transaksi di pasar sekunder dimungkinkan adanya risiko pasar berupa capital loss akibat harga jual yang lebih rendah dibandingkan harga beli. Akan tetapi risiko tersebut dapat dihindari dengan tidak menjual obligasi negara yang dimiliki sampai dengan jatuh tempo.
Obligasi Ritel Indonesia memberikan besaran kupon dengan periode jatuh tempo, sebagaimana laman wikipedia merilis, berikut adalah ORI yang pernah diterbitkan, berturut turut sebagai berikut ORI001: 12,05 persen (sudah jatuh tempo), ORI002: 9,28 persen (sudah jatuh tempo), ORI003: 9,40 persen (sudah jatuh tempo), ORI004: 9,50 persen (sudah jatuh tempo 12 Maret 2012), ORI005: 11,45 persen (jatuh tempo 15 Sept 2013), ORI006: 9,35 persen (sudah jatuh tempo 15 Agustus 2012), ORI007: 7,95 persen (jatuh tempo 15 Agustus 2013), ORI008: 7,3 persen (jatuh tempo 15 Oktober 2014), ORI009: 6.25 persen (jatuh tempo 15 Oktober 2015) dan ORI010: 8.50% (jatuh tempo 15 Oktober 2016).
Laman antaranews memberitakan pada tahun 2012, untuk ORI009 jumlah investor sebanyak 23.127 investor perorangan telah memesan ORI009 dengan total pemesanan senilai Rp. 12,76 Triliun, atau melebihi targel indikatif penjualan sebesar Rp. 12 triliun. ORI 009 menawarkan tingkat kupon 6,25 persen dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2015. Untuk tahun 2013 ini pemesanan ORI010 dengan kupon 8,5 persen sudah ditutup pada tanggal 4 Oktober 2013, dengan minimum pemesanan senilai Rp. 5 juta dan maksimum Rp. 3 miliar.
Untuk tahun 2013 ini, Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, Kementrian Keuangan telah menunjuk agen penjual ORI 2013 yang terdiri atas 17 bank dan tiga perusahaan sekuritas. Sebanyak 17 bank tersebut adalah Citibank NA, Bank ANZ Indonesia, Bank Bukopin, Bank Central Asia, CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank Internasional Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia dan OCBCNISP. Selain itu Bank Panin, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Bank Permata, Bank Rakyat Indonesia, UOB Indonesia, Standard Chartered Bank dan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation. Sementara tiga perusahaan sekuritas adalah Danareksa Sekuritas, Trimegah Securities dan Mandiri Sekuritas, sebagaimana dirilis kontan.