Hukum dan Kapitalisme, “Kemesraan Yang Tiada Berlalu”
Teringat beberapa waktu lampau saat bercanda dengan seorang sobat yang gandrung dengan tunggangan kesayangannya. “Mana motor kapitalismu itu ?” tanya saya, lantas sobat saya itu hanya tertawa saja. Kendaraan roda dua yang biasa ditungganginya dalam pengamatan saya dapat dikategorikan dalam jenis “motor kapitalis”, karena konsumsi bahan bakar yang lumayan menyedot kocek dan harga unitnya yang mahal, tentu saja ini sekedar lelucon dalam pengistilahan belaka. Saat ini, “motor kapitalisnya” telah menjadi kenangan, namun lelucon tentangnya menyertai kenangan itu.
Tak hendak bercanda, terlebih memperolok kapitalisme sebagai suatu kiblat dalam perekonomian yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial, karena nampaknya wacana memperbandingkan kapitalisme dengan sosialisme atau bahkan marxisme sekalipun, saat ini hanya terasa menarik dalam diskusi akademis. Ataukah mungkin masih ingin terjebak nostalgia dalam persaingan antara blok barat dengan blok timur pada era persaingan ideologi di masa lalu. Karena pada praktiknya saat ini tidak dapat dipungkiri jika sendi kapitalisme sudah menjalar dan mengglobal termasuk di Cina, Kuba dan bahkan Rusia. Namun tentu saja, negara yang mampu berdikari secara ekonomi mempunyai keunggulan serta berdaya untuk dapat membuat sejahtera rakyatnya.
Bagaimana kapitalisme dapat didukung oleh suatu sistem hukum dalam bernegara, jalan yang dilalui yaitu pembentukan aturan hukum yang “memeluk“ kapitalisme itu sendiri. Perekonomian global yang terkadang tidak dapat diprediksi, pasar uang yang bergerak dengan cepat, akuisisi suatu entitas bisnis yang sekarang telah melewati batas batas benua, bursa saham global dengan semakin banyaknya emiten yang “melantai” di bursa untuk meraih pendanaan dengan Initial Public Offering (IPO), pertumbuhan multi national company yang makin marak baik di negara maju hingga menjalar ke negara berkembang dan perilaku ekspor impor dari satu negara ke negara yang lain telah mengkapitalisasi pasar sedemikian rupa.
Maka siapakah yang dapat menolak kapitalisme? jika kemudian muncul pertanyaan tentang sistem perbankan yang sekarang berlaku secara global, dan sifat bank yang pada dasarnya adalah mengakumulasi dana, maka layakkah jika bank disebut sebagai sistem kapitalis yang sempurna? Lantas adakah sistem perbankan yang sosialis? Jika ada pemerhati perbankan atau praktisi perbankan yang hendak mengulas tentang perbankan dengan sistem sosialisnya, maka akan menjadi suatu hal yang menarik untuk disimak.
Tentunya memahami kapitalisme, tidaklah cukup hanya berdasarkan literatur dari aspek ekonomi saja. Literatur aspek hukum perlu juga disimak, ada buku yang menarik yang berjudul “Law & Capitalism : What Corporate Crises Reveal About Legal Systems and Economic Development Around The World” yang ditulis oleh Curtis J. Milhaupt dan Katharina Pistor yang merupakan pengajar di Columbia Law School, Amerika Serikat. Dalam buku ini membahas mengenai keterkaitan pembentukan aturan hukum dengan ekonomi kapitalis di suatu negara dan korporasi yang terlibat didalamnya. Penulis mengambil contoh yaitu kasus Enron di Amerika Serikat, Yukos di Rusia, dan Livedoor di Jepang. Selain itu juga melakukan studi komparasi kasus hukum yang terjadi di Amerika Serikat, Cina, Jerman, Jepang, Korea Selatan dan Rusia.
Menurut para penulis, bahwa perpaduan mekanisme hukum dan non hukum telah mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. Analisa mereka menunjukkan bahwa hukum dan pasar berkembang beriringan dalam “hubungan yang berimbal balik” dan sistem hukum termasuk hal yang paling banyak mempengaruhi kesuksesan ekonomi, karena terdapat hal yang berbeda dalam karakteristik organisasinya.
Buku ini terdiri dari 8 bab, pada bab ke 1 dan ke 2 membahas tentang tema buku secara keseluruhan. John Ohnesorge dari University of Wisconsin Law School, Amerika Serikat, memberikan ulasan tentang buku Law & Capitalism dengan mengatakan bahwa penulis buku itu telah mendeskripsikan dan mengkritisi yang menurut mereka sebagai kerangka kerja yang menjadi faktor dominan yang terjadi saat ini berkaitan dengan teori tentang hukum dan kapitalisme. Mereka mendasarkannya pada Max Weber, yang disadur dari Douglass North, yang saat populer dengan literatur “asal mula hukum” atau “hukum dan keuangan”.
Dalam pandangan para penulis, hal yang terlihat dominan dalam memperlakukan hukum yaitu sebagai pendukung kehidupan bermasyarakat yang dapat membantu aspek ekonomi untuk dapat sukses atau malahan gagal. Kemudian asumsi yang menyatakan bahwa hukum mempunyai fungsi esensial dalam kaitannya dengan kapitalisme, yang membuatnya melindungi hak milik pribadi untuk dapat memfasilitasi aktifitas perdagangan. Kemudian para penulis berpendapat, adalah suatu kesalahan jika memperlakukan hukum sebagai suatu hal yang menghambat perkembangan ekonomi, kemudian memandang hukum sebagai suatu hal yang statis dan suatu hal yang bersifat sebagai variabel independen sebagaimana pada umumnya masyarakat memahaminya. Kemudian juga menurut mereka adalah suatu kesalahan jika memperlakukan hukum yang hanya mempunyai 1 fungsi pada aktivitas perdagangan.
Selanjutnya diulas pada bab ke 3 yaitu kasus Enron di Amerika Serikat sebagai suatu contoh di negara maju, kemudian tentang demokrasi pada sistem common law. Pada bab 4 menjelaskan tentang kasus dan demokrasi sipil (penuntutan kriminal di Jerman dan Mannesman). Bab ke 5, membahas tentang kasus livedoor berkaitan dengan aksi pengambilalihan perusahaan, juga demokrasi sipil di Jepang yang mempunyai hal unik tersendiri dalam khasanah literatur tentang kapitalisme. Bab ke 6 membahas penyelesaian sengketa antara SK dan Sovereign Asset Management di Korea Selatan, kelompok kelas menengah di Korea Selatan, masyarakat sipil, ekonomi kapitalis yang masih dipengaruhi oleh sistem autoritarian yang dibalut dengan nasionalisme yang tinggi dan intervensi pemerintah secara aktif. Bab ke 7 meliputi skandal China Aviation Oil di Singapura, sebagai suatu contoh dari negara kelompok kelas menengah dengan sistem autoritarian, serta kuatnya intervensi dari pemerintah. Fakta bahwa China Aviation Oil adalah suatu BUMN di Cina sehingga dapat membuat para penulis mengeksplorasi bagaimana skandal itu memberikan pemahamam informasi kepada pembaca mengenai transisi hukum di Cina yang menjadi kapitalisme autoritarian. Pada bab ke 8 Yukos Saga di Rusia, para penulis menyajikan hukum dan kapitalisme dalam transisi Rusia, namun hal ini berbeda halnya dengan di Cina. Meskipun kedua negara mempunyai bentuk yang sama yaitu negara yang mengatur perekonomian, serta hal dimana transisi ekonomi disertai dengan perubahan dinamika politik.
Buku ini memberikan pandangan tentang hukum dan kapitalisme yang akan mengubah cara pikir praktisi hukum, ekonom, pembuat kebijakan dan pemimpin bisnis untuk memikirkan mengenai aturan hukum yang berhubungan dengan meningkatnya akses ke pasar global terutama yang bersentuhan dengan arus kapital dan operasional bisnis perusahaan.