[Afrika Selatan] Dikuatirkan Muncul Permasalahan Hukum Terkait Regulasi Tentang Penyitaan Tanah, di Afrika Selatan
Permasalahan hukum dikuatirkan muncul terkait rencana partai yang berkuasa di Afrika Selatan untuk merubah konstitusi, untuk memudahkan dalam pengambilalihan tanah tanpa perlu membayar ganti kerugiannya. Hal ini memunculkan bermacam pandangan berbeda terkait proses tersebut.
Robert Vivian, profesor of finance and insurance di University of the Witwatersrand’s school of economic and business sciences, berpendapat bahwa penyitaan tanah dapat melanggar ketetapan dasar di section 1 konstitusi Afrika Selatan. Dimana dalam isinya menjamin tentang martabat manusia, hak dan kebebasan, anti rasisme dan menjamin supremasi hukum.
Hal itu dapat dilakukan dengan memperoleh dukungan 75 persen di National Assembly. Jika hal itu dapat dilakukan, maka amandemen dapat dilakukan di parlemen yang ada sekarang. Dimana pihak oposisi yang tidak setuju mesti memperoleh dukungan lebih dari seperempat dari 400 kursi yang tersedia. Pemilihan dijadwalkan pada tahun depat, namun belum jelas apakah partai yang berkuasa, African National Congress dan partai pendukungnya akan mengamankan rencana mereka.
Sedangkan menurut Pierre de Vos, profesor hukum di University of Cape Town, mengatakan bahwa section 25 di konstitusi yang mengatur tentang hak atas tanah dapat dirubah dengan persetujuan dua pertiga dari anggota National Assembly tanpa melanggar semua ketentuan dan persyaratan dimana tanpa sewenang wenang menyita dan mengikuti seluruh prosedur yang ada.
Dikabarkan oleh businesstech.co.za, data pemerintah Afrika Selatan menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga tanah pertanian dikuasai oleh orang kulit putih, yang berjumlah 7.8 persen dari seluruh populasi yang ada yaitu 57.7 juta orang. Hal ini merupakan peninggalan masa lalu di era kolonial dan aturan yang mengatur tentang kulit putih.
Namun pihak ANC sudah memutuskan pada Desember 2017, bahwa situasi itu tidak dapat dipertahankan dan meminta parlemen untuk mengkaji lagi konstitusi yang mengatur soal itu.
Di Afrika Selatan, AFC menguasai 62 persen kursi di National Assembly, sedangkan Economic Freedom Fighters yang menginginkan semua lahan dinasionalisasi mempunyai kursi 6 persen. The Demokratic Alliance, yang tetap tidak ingin konstitusi berubah menguasai 23 persen.
Agri SA, industri terbesar bidang pertanian di Afrika Selatan, mengatakan pada bulan lalu, kalau mereka akan menempuh upaya hukum di Mahkaham Agung Afrika Selatan terkait perlindungan hak atas tanah dan properti.