[UEA] Bukan Sekedar Hukum Kepailitan Biasa
Hukum kepailitan di Uni Emirat Arab yang akan diterbitkan diharapkan dapat menjadi penggerak sekaligus faktor pendorong perkembangan bagi industri kecil dan perekonomian.
Kepailitan bukanlah perkara mudah, mengingat muara hukum perdata ini menyangkut bermacam aspek. Nampaknya, hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi Uni Emirat Arab untuk menyusun aturan hukum kepailitan yang bukan sekadar hukum kepailitan biasa.
Salah satu bank terbesar di Dubai, Emirates NBD sedang mempelajari aturan hukum kepailitan terbaru, menurut informasi dari pihak bank, hukum kepailitan itu akan memberikan dorongan untuk memperluas kesempatan bagi industri kecil dan menengah sehingga dapat mengurangi kerugian atas hutangnya. Hal ini karena mereka memperoleh fasilitas penjadwalan ulang untuk pelunasan hutangnya.
Suvo Sarkar, selaku head of retail banking di Emirates NBD mengatakan kepada thenational.ae, bahwa saat permasalahan memburuk, aturan hukum kepailitan akan memberikan upaya pemulihan yang lebih baik dan juga kerugian secara minimal. Maka dari itu para pengusaha diharapkan untuk melakukan penjadwalan ulang atas hutangnya dan bukannya malah melarikan diri tanpa jejak.
Krisis finansial di Dubai pada 2009 dan 2010 tidak dapat ditanggulangi oleh aturan hukum kepailitan yang lama, dan ini adalah suatu kelemahan. Akibatnya pada periode itu banyak pengusaha yang melarikan diri dan enggan untuk membayar hutangnya sekaligus juga mengindari upaya penahanan.
Aturan hukum kepailitan mensyaratkan adanya moratorium dimana para debitor akan dipenjarakan untuk menahan akun perbankan mereka hingga adanya kesepakatan atas rencana restrukturisasi antara kreditor dan debitur disetujui.
Aturan hukum kepailitan di Uni Emirat Arab mencakup secara komprehensif aturan yang akan membantu perusahaan di Uni Emirat Arab untuk menghindari upaya kepailitan dan likuidasi. Aturan ini dirancang oleh kementerian keuangan dimana telah menyerap bermacam praktik perlindungan hukum dari beberapa yurisdiksi seperti Perancis, Jerman, Belanda dan Jepang. Hal yang menarik adalah aturan kepailitan ini dirancang untuk melindungi kedua belah pihak baik debitur dan kreditur dalam upaya insolvensi (tidak mampu membayar), termasuk juga memprioritaskan hak kreditur dengan jaminan dan juga memperbolehkan perusahaan untuk melakukan restrukturisasi tanpa memperoleh suara bulat dari kreditor untuk persetujuan kredit.
Aturan hukum kepailitan ini direncanakan akan berlaku secara penuh pada semester pertama 2017 dengan skema, setelah disetujui oleh komite dan sudah disetujui oleh kabinet pada (4/9) lalu. Maka akan dilakukan konsultasi kepada Federal National Council (FNC) sebelum dikirimkan kepada Presiden untuk persetujuan akhir. Namun demikian menurut konstitusi Uni Emirat Arab, rancangan aturan hukum itu dapat langsung dikirimkan kepada Presiden jika FNC sedang dalam masa reses. Kemudian setelah memperoleh tanda tangan Presiden, akan dipublikasikan pada lembaran negara Uni Emirat Arab, dan akan diberlakukan tiga bulan kemudian.
Aturan kepailitan ini diterapkan dibawah aturan hukum perusahaan komersial, untuk perusahan yang secara sebagian atau secara penuh dimiliki oleh pemerintahan federal atau pemerintah lokal, dan perusahaan serta institusi yang didirikan di free zones yang tidak diatur oleh pemerintah berdasakan hukum kepailitan yang sudah berlaku.
Aturan kepailitan terbaru tidak berlaku terhadap perusahaan yang terdaftar di DIFC dan the Abu Dhabi Global Market, dimana kedua wilayah financial free zones tersebut mempunyai aturan internal untuk permasalahan insolvensi dan kepailitan. Selain itu juga aturan kepailitan ini mengatur ketentuan terhadap pegawai senior dan direktur dari perusahaan yang insolven, namun tidak mengatur ketentuan terhadap individu secara pribadi.
Committee of Financial Restructuring (CFR) akan didirikan untuk mengatur dan mengawasi prosedur restrukturisasi keuangan yang diselesaikan diluar pengadilan, juga bertanggung jawab untuk penunjukan para ahli yang bertugas menyelesaikan restrukturisasi keuangan serta membangun dan menjaga database nasional yang memuat para individu yang terkena perkara kepailitan.
Secara umum aturan kepailitan terbaru terhadap perusahaan insolven untuk menghindari upaya kepailitan adalah dengan cara melakukan reorganisasi finansial yang dilakukan oleh para ahli yang ditunjuk oleh CFR, kemudian upaya penyelesaian secara pre-emptif yang diawasi oleh pengadilan dimana memperbolehkan debitur untuk membuat settlement agreement dengan pihak kreditur, yang akan batal jika pihak debitur gagal untuk memenuhi ketentuan dalam settlement agreement.
Lalu upaya restrukturisasi finansial, dimana hutang perusahaan direstrukturisasi untuk pelunasan terhadap kreditor mayoritas yang memegang sekitar duapertiga dari hutang, dan atas prose situ diawasi oleh pengadilan. Hal yang juga menjadi perhatian adalah cara untuk memperoleh pendanaan baru.
Lebih lanjut Sarkar mengatakan bahwa aturan hukum kepailitan yang baru akan memberikan dorongan bagi usaha kecil menengah atas risiko pinjaman perbankan dan juga dapat membantu pertumbuhan perekonomian. Hukum kepailitan itu juga akan memberikan kepastian bagi para pengusaha untuk mendirikan bisnis baru, sebagaimana bisnis lainnya yang sudah berdiri untuk mengkalkulasi risiko.