[Amerika Serikat] Kondisi Firma Hukum di Amerika Serikat “Beradaptasi Dengan Perubahan atau Mati”
Hal yang klasik dari firma hukum di Amerika Serikat mungkin dapat ditemukan padanannya di serial televisi Boston Legal. Serial yang mengangkat tema firma hukum dan para pengacaranya ini menampilkan segi humanisme, romantisme, idealisme hingga materialisme yang “khas Amerika”. Firma hukum dengan segala permasalahannya menjadi suatu bagian industri yang bertumbuh dan memberikan keuntungan ekonomi pada bisnis layanan jasa hukum. Firma hukum sebagai suatu bisnis dikabarkan oleh businessweek pada (3/1/2014), dimana potensi pertumbuhan bisnis layanan jasa hukum di Amerika Serikat masih akan bertumbuh seiring makin membaiknya kondisi perekonomian di Amerika Serikat, namun hal ini dengan beberapa catatan tertentu.
Secara alami sebagaimana berjalannya bisnis terdapat permasalahan yang harus dihadapi pada bisnis firma hukum, terutama di 2014. Disebutkan dalam kabar itu, bahwa berdasarkan laporan dari legal search consultants Major, Lindsey & Africa yang mengatakan “Peringatan kami sangat jelas, firma hukum besar, saat ini adalah waktunya untuk beradaptasi atau mati” demikian isi laporan yang dirilis pada (2/1/2014) yang dikutip oleh businessweek.
Laporan ini memberikan isyarat kepada big law firm di Amerika Serikat bahwa pada masa sekarang ini terdapat situasi cukup sulit namun terdapat trend positif untuk dihadapi yaitu penurunan permintaan layanan jasa hukum, menuruti keinginan klien yang sudah ada untuk merumuskan suatu bentuk alternatif pembayaran fee, semakin meningkatnya kompetisi diantara firma hukum terlebih dengan adanya firma hukum yang menawarkan bentuk lain dalam layanan jasanya, serta semakin banyaknya merger yang terjadi antara firma hukum satu dengan yang lainnya.
Sementara itu consultant pada Altman Weil mencatat bahwa terdapat 87 merger dilakukan firma hukum terkategori kecil, menengah dan besar pada 2013, bahkan pada Desember 2013 lalu tercatat 9 firma hukum. Hal ini merupakan suatu usaha untuk menyelamatkan firma hukum dalam mempertahankan eksistensinya. Bahkan juga upaya terobosan telah dilakukan, diantaranya yaitu dengan melakukan merger. Kalangan industri melihatnya sebagai suatu hal yang tidak dapat dihindarkan karena banyak big law firm yang tidak memperoleh project dengan banyaknya partner dan associate yang tidak produktif.
Menurut Major, Lindsey & Africa hal ini adalah suatu perkembangan yang positif. Karena dalam pandangannya, kombinasi antara 2 firma hukum akan membuat keduanya untuk dapat bertahan hidup melalui upaya sinergi. Namun lebih dari itu, yang harus diperhatikan bahwa kombinasi diantara kedua firma hukum yang melakukan merger adalah faktor pembagian project serta jaminan kerahasiaan, maka sebaiknya dipertimbangkan dengan baik tentang manfaat dan keuntungan merger. Meskipun demikian, aksi merger ini mungkin akan terus berlanjut pada 2014 ini.
Ward Bowe, dari Atman Weil juga berpendapat sama dengan Major, Lindsey & Africa mengenai aksi merger antar firma hukum, dia juga menekankan bahwa merger seiring dengan bangkitnya kembali perekonomian akan memberikan banyak pekerjaan kepada firma hukum.
Untuk menghadapi situasi pelik saat ini, cara “tricky” yang dilakuan oleh pemimpin firma hukum yaitu, memotong equity dari partner yang tidak memberikan kontribusi dalam bisnis firma hukum. Ini merupakan suatu cara yang terus dilakukan selama beberapa tahun terakhir. Kemudian dalam laporannya selanjutnya Major, Lindsey & Africa mengatakan “banyak firma hukum yang tidak mempunyai pilihan, dalam upayanya untuk tetap kompetitif, maka mereka harus melakukan hal itu. Hal yang sama juga dilakukan pada saat ini yaitu banyak firma hukum yang sekarang mulai berpikir dan merubah capital structure firma hukumnya. Selain itu juga meminta kepada para partnernya termasuk non-equity partner untuk berkontribusi dalam permodalan karena hal itu diperlukan untuk mengurangi biaya pinjaman, atau bahkan dengan cara two tier structure.
Lebih lanjur juga dijelaskan oleh Major, Lindsey & Africa bahwa kunci sukses dari suatu firma hukum terletak pada kemampuan dan kekuatan pemimpinnya untuk dapat bertindak fleksibel dalam menjalankan strategi bisnis firma hukum, selain itu juga melihat potensi pasar dan tidak berada pada status quo. Pemimpin firma hukum harus mempertimbangkan apakah pola kepemimpinan traditional dan strategi yang diterapkan dapat berjalan. Namun setidaknya pemimpin dan managing partner harus melakukan upaya bahwa bisnis firma hukum sebaiknya dilakukan sebagaimana halnya melakukan bisnis seperti korporasi.
Steven Harper, seorang penulis pada lingkup hukum bisnis dan pernah menjabat sebagai partner di Kirkland & Ellis, mengharapkan perubahan secepatnya. “Klien akan terus meminta perubahan fundamental pada cara firma hukum memberikan layanan jasanya, namun kebanyakan firma hukum besar akan menolaknya” kata Harper. Lebih lanjut Harper mengatakan bahwa kepemimpinan yang tidak bervisi baik akan mempercepat banyak firma hukum berada dalam kerugian jangka panjang, sayangnya hal ini seringkali tidak dihiraukan oleh pemimpin firma hukum.
Selanjutnya dalam laporan Major, Linsey & Africa menyatakan bahwa informasi yang diberikan diharapkan dapat memberikan pesan yang jelas kepada firma hukum untuk dapat memulai proses perubahan, karena suatu proses perubahan tidak dapat dihindari. Serta kemajuan teknologi yang pesat saat ini semakin mempermudah pengacara dalam melakukan profesinya, dan harapan untuk pertumbuhan industri layanan jasa hukum semakin membaik.
Mungkin saja di Indonesia ada yang mengatakan dengan istilah “that’s in the west not in the east”, jika memang demikian berpulang kepada masing masing firma hukum dan pengacaranya melakukan upaya terbaiknya.