Larangan Membuka Identitas Informan Menjadi Perdebatan Hukum di Hongkong
Bagaimana posisi hukum dari seseorang yang menjadi saksi kejahatan atau memberikan informasi kepada pihak yang berwenang tentang terjadinya kejahatan? di Hongkong jawaban terhadap hal itu mungkin mengejutkan banyak orang yang umumnya percaya bahwa sudah menjadi tugas mereka untuk melakukan hal yang benar, namun ternyata mereka akan berada dalam posisi yang dilematis. Karena aturan hukum tidak melindungi orang orang tersebut secara pasti, namun sekaligus juga memaksa mereka untuk melakukan tugasnya.
Ambil contoh sederhana dimana seseorang sebagai saksi mata atau sebagai korban dari suatu kejahatan dan kemudian melaporkan ke polisi untuk membuat laporan kejahatan atau membuat kesaksian. Jika suatu penuntutan memutuskan bahwa sesorang dapat memberikan bukti yang diperlukan untuk membantu suatu perkara di pengadilan, maka akan diberikan surat panggilan dari pengadilan untuk menghadiri sidang dan memberikan keterangan. Maka ketika panggilan sudah diterbitkan, seorang saksi menjadi apa yang disebut oleh hukum di Hongkong sebagai “compellable” yaitu dimana seseorang dalam kondisi dipaksa menurut hukum. Pengadilan dapat memaksa seorang saksi untuk memberikan kesaksian dan dapat memberikan hukuman kepada saksi jika menolak atau mangkir untuk bersaksi.
Sebagaimana dirilis dari scmp.com, seorang saksi yang gagal untuk membuktikan dalam kaitannya memberikan pembuktian sesuai dengan keterangan saksi yang telah dibuat di hadapan polisi atau komisi pemberantasan korupsi dapat diperlakukan –yang dalam hukum di Hongkong disebut sebagai “hostile” atau dikondisikan sebagai musuh negara-. Maka saksi akan menerima konsekuensi tertentu terhadap hal itu, namun ternyata hal seperti itu jarang terjadi di Hongkong, dimana saksi yang membandel dikenakan penjara.
Hampir semua saksi yang memberikan kesaksian di pengadilan secara terbuka diketahui identitasnya oleh pelaku kejahatan atau pihak lawan. Dalam kondisi tertentu yang juga jarang terjadi, identitas seorang saksi dapat juga dirahasiakan, dimana hanya diketahui oleh jaksa dan pihak pengadilan. Selain itu juga dalam kondisi tertentu, seorang saksi dapat juga menerima perlindungan dari program perlindungan saksi. Maka jika sudah dalam kondisi ini, merupakan suatu tindak kejahatan jika membuka identitas saksi yang dilindungi.
Tidak setiap orang yang datang dapat menjadi saksi, terkadang pihak berwenang juga memperoleh informasi dari informan khusus. Dalam aturan hukum di Hongkong, sudah diatur sejak lama, disebutkan bahwa identitas saksi atau informan harus dilindungi. Ada banyak aturan untuk hal ini, maka informan akan merasa aman untuk datang jika mereka dijamin kerahasiaan identitasnya.
Mengingat hongkong pernah dibawah kekuasaan Inggris, maka aturan itu jika dikomparasikan dengan peradilan di Inggris, bukanlah yang hal secara absolut dilarang. Pada perkara Marks melawan Beyfus yang terjadi pada abad ke 19, pengadilan di Inggris memutuskan bahwa pembukaan informasi dapat diberlakukan jika terdapat risiko nyata terkait kerahasiaan identitas yang dapat menghukum orang yang tidak bersalah.
Alasan untuk hal ini adalah bahwa jika telah lama diketahui seorang informan juga terlibat jauh ke dalam suatu kejahatan dan berkaitan juga dengan beberapa orang lain yang diberitahukan oleh informan itu, termasuk juga keterlibatannya dalam merancang suatu kejahatan dimana mereka juga terlibat.
Namun demikian akan terlihat janggal jika terkait dengan suatu perkara yang berbahaya seperti narkoba yang melibatkan informan, pihak Pengadilan Tinggi di Hongkong menyatakan bahwa larangan penuh untuk membuka identitas dalam perkara tersebut bertentangan dengan Bill of Rights dan Basic Law. Tentu saja tidak selalu permintaan pembukaan identitas diperbolehkan dan itu berarti hakim pemeriksa perkara akan memutuskan sesuai kepentingan peradilan untuk tetap mempertahankan kerahasiaan identitas.